Waktu pertama kali saya ke Makassar, jujur aja, tujuan utamanya bukan Fort Rotterdam. Saya kira tempat itu cuma benteng tua yang cocoknya buat anak sejarah doang. Tapi ternyata, saya salah besar.
Begitu kaki ini nyentuh lantainya yang berlumut dan mata melihat dinding batu tebal berwarna coklat tua itu… rasanya kayak dihantam waktu. Bukan lebay, ya. Udara di situ beda—ada aroma laut, tapi juga ada hawa mistis yang bikin bulu kuduk merinding halus. Tapi bukan horor, lebih ke rasa hormat.
Saya berdiri cukup lama di pelataran depannya sambil ngeliatin bangunan bergaya Eropa dengan atap khas Belanda. Seperti kastil kecil yang somehow masih berdiri gagah setelah ratusan tahun dihantam badai, perang, dan modernisasi. Saya refleks ambil ponsel dan foto sana-sini. Eh, baru sadar… spot fotonya cakep banget!
Contents
- 1 Kenapa Fort Rotterdam Begitu Bersejarah? Ini Bukan Sekadar Benteng
- 1.1 Akses Menuju Fort Rotterdam – Gampang Banget, Serius!
- 1.2 Spot Foto Terbaik di Fort Rotterdam – Instagramable + Edukatif
- 1.3 Tips Kunjungan ke Fort Rotterdam – Supaya Pengalamanmu Maksimal
- 1.4 Pelajaran yang Saya Petik dari Kunjungan Ini – Bukan Sekadar Wisata, Tapi Menyentuh Jiwa
- 1.5 Worth It Nggak ke Fort Rotterdam?
- 1.6 Menyusuri Museum La Galigo – Harta Karun Budaya dalam Benteng
Kenapa Fort Rotterdam Begitu Bersejarah? Ini Bukan Sekadar Benteng
Ternyata, Travel Fort Rotterdam bukan benteng biasa. Asalnya dari abad ke-17. Dibangun oleh Kerajaan Gowa, lalu direbut Belanda dan dinamai sesuai kampung halaman Gubernur Jenderal Cornelis Speelman di Belanda—yaitu Rotterdam.
Saya sempat ngobrol sama penjaga di sana—Bapak Rahmat, kalau nggak salah. Beliau bilang, dulunya Fort Rotterdam jadi pusat pemerintahan VOC di Sulawesi Selatan. Bahkan, Pangeran Diponegoro sempat ditahan di sini selama pengasingannya. Itu fakta yang bikin saya langsung termenung. Dari buku sejarah yang dulu saya baca, kini berdiri langsung di tempatnya kompas.
Dan yang lebih unik, bentuk benteng ini kalau dilihat dari atas, katanya menyerupai penyu. Simbol kebijaksanaan dan pertahanan. Kalau udah tahu fakta ini, jadi lebih menghargai tiap batu dan sudutnya.
Akses Menuju Fort Rotterdam – Gampang Banget, Serius!
Kalau kamu lagi di Makassar, Fort Rotterdam itu letaknya super strategis, ada di Jalan Ujung Pandang, persis di depan Pantai Losari. Jadi, bisa sekalian sunset-an juga!
Saya waktu itu naik ojek online, cuma 10 menit dari hotel di Jalan Somba Opu. Bisa juga naik angkot pete-pete jalur A1 atau A2. Parkiran luas, jadi bawa mobil pribadi pun aman.
Oh iya, tiket masuknya waktu saya ke sana gratis, tapi ada kotak donasi sukarela. Saya sarankan kasih sedikit, anggap aja bantu pelestarian warisan sejarah. Worth it kok.
Spot Foto Terbaik di Fort Rotterdam – Instagramable + Edukatif
Jujur, saya ke sini awalnya karena ingin “cuci mata sejarah”. Tapi ternyata, yang saya dapet malah feed Instagram yang epik banget.
Beberapa spot foto terbaik versi saya:
Gerbang utama benteng – latar tembok tinggi dan langit biru, cocok buat pose candid.
Tangga melingkar di salah satu bangunan utama – gaya vintage abis.
Lorong dalam benteng – pencahayaannya dramatis, cocok buat siluet atau gaya dramatis.
Halaman dalam dengan rumput hijau dan bangunan bergaya kolonial – ini favorit saya. Bisa foto keluarga, pre-wedding, bahkan konten TikTok edukasi pun bisa.
Satu tips penting: datang pagi atau sore biar cahaya matahari nggak terlalu nyengat. Kalau siang bolong, bisa kepanasan dan hasil foto jadi terlalu terang.
Tips Kunjungan ke Fort Rotterdam – Supaya Pengalamanmu Maksimal
Nah, ini bagian penting banget—karena saya sempat bikin beberapa kesalahan waktu pertama kali ke sana. Nih saya rangkumkan tips praktis biar kamu nggak ngalamin hal yang sama:
Tips #1: Pakai Sepatu Nyaman
Banyak area berbatu dan jalan agak tidak rata. Sandal jepit kurang cocok. Pake sneakers ringan lebih aman.
Tips #2: Bawa Air Minum Sendiri
Apalagi kalau kamu keliling lama. Di dalam nggak banyak penjual minuman. Saya sempat haus dan harus keluar dulu.
Tips #3: Baca Papan Informasi Sejarah
Jangan cuma foto-foto! Banyak info menarik di papan penjelasan tiap bangunan. Saya baru tahu fungsi-fungsi ruangan benteng dari situ. Kalau ajak anak, sekalian belajar sejarah secara hidup!
Tips #4: Jangan Buang Sampah Sembarangan
Kesannya sepele, tapi sangat penting. Ini tempat heritage, sayangi dan hormati. Saya sempat sedih lihat bekas kemasan makanan di dekat pohon rindang.
Tips #5: Luangkan Waktu 1–2 Jam
Biar nggak buru-buru dan bisa nikmati suasana. Kalau saya waktu itu cuma 45 menit, nyesel banget karena belum sempat eksplor ke bagian belakang benteng.
Pelajaran yang Saya Petik dari Kunjungan Ini – Bukan Sekadar Wisata, Tapi Menyentuh Jiwa
Saya nggak nyangka Fort Rotterdam bisa meninggalkan kesan sedalam itu. Rasanya bukan kayak pergi ke tempat wisata biasa. Ada nuansa reflektif, apalagi pas berdiri di depan ruang tahanan Pangeran Diponegoro. Saya jadi mikir, betapa keras perjuangan para pahlawan dulu. Kita tinggal nikmati saja, kadang lupa berterima kasih.
Dan sebagai guru, saya langsung kepikiran: Fort Rotterdam cocok banget buat studi sejarah. Nggak semua pelajaran bisa masuk lewat buku, kadang harus lihat langsung, rasain, dan hirup udaranya. Itu baru namanya pembelajaran hidup.
Worth It Nggak ke Fort Rotterdam?
Kalau kamu tanya saya, jawabannya 100% worth it. Baik buat traveler sejarah, pecinta fotografi, konten kreator, sampai keluarga yang ingin ajak anak-anak belajar sambil jalan-jalan.
Fort Rotterdam bukan cuma benteng tua. Ini adalah saksi bisu perlawanan, penjajahan, dan kebangkitan. Dan makin banyak dari kita yang datang, menghargai, dan menceritakan kisahnya, makin hidup pula sejarah itu sendiri.
Menyusuri Museum La Galigo – Harta Karun Budaya dalam Benteng
Jujur, saya hampir melewatkan Museum La Galigo waktu itu. Saya kira cuma ruangan kosong atau tempat penyimpanan barang. Tapi beruntung saya sempat tanya ke penjaga yang jaga pintu masuk.
“Pak, ini apa ya di dalam?”
“Oh, ini museumnya, Pak. Masuk aja, banyak koleksi sejarah Makassar sampai Toraja.”
Dan benar aja, begitu saya masuk… saya seperti diantar masuk ke dunia masa lalu. Di dalamnya ada koleksi artefak kerajaan Gowa-Tallo, alat musik tradisional, pakaian adat, sampai benda-benda kepercayaan masyarakat Sulawesi Selatan.
Satu hal yang bikin saya mikir lama adalah miniatur perahu Pinisi yang mewakili kejayaan pelaut Bugis-Makassar. Saya jadi ingat betapa pentingnya laut bagi peradaban di sini, bukan cuma sumber ikan tapi jalur diplomasi dan ekspedisi.
Di salah satu sudut ruangan, ada patung dan lukisan Pangeran Diponegoro. Rasanya kayak saya diingatkan lagi—beliau bukan sekadar nama jalan, tapi simbol perjuangan yang pernah hidup, bernapas, dan bahkan ditahan di ruang sebelah itu.
Kalau kamu mampir ke sini, luangkan waktu minimal 30 menit buat benar-benar menikmati isi museum ini. Apalagi buat kamu yang suka budaya atau pernah jadi anak IPS—dijamin bakal senyum-senyum sendiri.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Wajib Foto di Sini! 5 Spot Keren di Pantai Menganti yang Bikin Kamu Viral disini