Gue masih inget jelas, pertama kali ke Pura Agung Besakih tuh waktu liburan bareng keluarga ke Bali. Bukan ke pantai, bukan juga ke kafe hits yang biasanya nongol di IG. Tapi ke tempat yang jauh lebih “hidup” secara spiritual: Pura Agung Besakih, yang disebut-sebut sebagai Mother Temple di Bali.
Awalnya gue kira, “Ah paling cuma pura gede biasa aja.” Tapi begitu sampai di sana, sumpah, auranya beda. Angin semilir, kabut tipis yang ngelayar di sekitar bangunan, dan siluet Gunung Agung di belakangnya itu… magis banget. Rasanya kayak masuk ke dimensi lain.
Waktu itu gue sempet salah kostum. Pakai celana pendek, padahal aturannya harus sopan. Untung ada penyewaan kain dan selendang di dekat pintu masuk. Nah, dari situ aja udah keliatan kalau tempat ini bukan sekadar spot wisata, tapi tempat yang bener-bener sakral.
Dan dari sanalah petualangan gue menyusuri sejarah dan budaya Pura Agung Besakih dimulai.
Contents
Sejarah Pura Agung Besakih yang Bikin Merinding
Kalau ngomongin sejarah travel Pura Agung Besakih, kita harus mundur jauh ke abad ke-8. Jadi ceritanya, ada seorang pertapa bernama Rsi Markandeya dari Jawa yang datang ke Bali untuk menyebarkan ajaran Hindu. Nah, beliau lah yang dipercaya sebagai pendiri Pura Besakih.
Beliau awalnya datang sama ribuan pengikut buat membuka hutan di kaki Gunung Agung. Tapi, banyak dari mereka yang meninggal karena serangan binatang buas dan penyakit. Setelah bermeditasi, Rsi Markandeya balik lagi dan kali ini membawa “panca datu”—lima logam suci—buat ditanam di area yang sekarang jadi pusat Pura Besakih. Itu dipercaya jadi simbol harmoni dan kekuatan spiritual.
Menurut penuturan masyarakat setempat yang gue temui, pembangunan Pura Besakih ini butuh ratusan tahun dan terdiri dari lebih dari 80 pura kecil. Jadi bukan cuma satu bangunan doang. Dan semuanya dibangun dalam tatanan kosmologi yang rumit, yang ngikutin filosofi Tri Hita Karana—hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.
Waktu denger kisah itu, gue langsung ngerasa kayak kecil banget. Kayak… wow, kita hidup di zaman serba instan, tapi mereka dulu bikin tempat ini dengan ketekunan dan rasa hormat yang luar biasa.
Kenapa Pura Agung Besakih Jadi Tempat Bersejarah?
Kalau ditanya kenapa tempat ini begitu bersejarah, jawabannya nggak bisa cuma satu. Bukan cuma karena usianya yang udah ribuan tahun, tapi juga karena perannya sebagai pusat spiritual umat Hindu di Bali.
Gue pernah datang pas lagi ada upacara besar, namanya Eka Dasa Rudra, yang diadakan setiap 100 tahun sekali (terakhir diadakan tahun 1979). Ribuan orang datang dari seluruh Bali, bahkan dari luar negeri, untuk sembahyang bareng. Bener-bener suasana yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Yang bikin gue makin kagum adalah, waktu Gunung Agung meletus tahun 1963, lava panas mengalir dekat banget ke area pura. Tapi anehnya, pura utama enggak kena sama sekali. Banyak orang percaya itu sebagai tanda kalau Pura Agung Besakih dilindungi secara spiritual.
Ada semacam energi sakral yang terasa kuat di sini, bro. Bukan mistis yang nakutin, tapi lebih kayak bikin hati adem dan tenang. Gue bisa bilang, kalau lo mau ngerasain sisi Bali yang lebih dalam dan spiritual, tempat ini jawabannya.
Keindahan Pura Agung Besakih yang Nggak Main-main
Pura ini terletak di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, jadi udaranya sejuk banget. Bayangin bangunan kuno yang megah, tangga batu yang tinggi, dan halaman-halaman pura yang terbuka dengan pemandangan gunung dan lembah di kejauhan. Setiap sudut bisa jadi spot foto, tapi bukan cuma buat gaya—lebih ke menghargai keindahan yang sakral.
Gue suka banget waktu berdiri di tangga utama dan lihat ke atas. Langit biru cerah, matahari nyelip di antara menara pura, dan ada kabut tipis yang bikin semuanya kelihatan kayak lukisan. Nggak heran sih kalau UNESCO juga sempat memasukkan pura ini dalam daftar sementara situs warisan dunia.
Oh iya, satu tips praktis: datang pagi-pagi. Selain cahaya matahari masih bagus buat foto, suasananya juga lebih tenang. Lo bisa jalan-jalan sambil dengerin angin dan suara burung. Sore juga oke sih, tapi biasanya udah ramai dan kadang cuaca berubah cepat.
Dan jangan lupa… bawa air minum dan pakai sepatu yang nyaman. Jalannya banyak tanjakan dan tangga, bro.
Keindahan Budaya yang Terselip di Setiap Sudut
Yang paling gue suka dari Pura Agung Besakih tuh bukan cuma bangunannya, tapi nilai budaya yang hidup dan terus dijaga. Setiap hari ada saja yang sembahyang. Anak-anak kecil, orang tua, sampai pemuda—semua datang dengan pakaian adat, bawa sesajen, dan doa-doa yang tulus.
Gue ngobrol sama salah satu pemangku (pemuka adat) di sana. Beliau bilang, “Pura ini bukan sekadar bangunan, tapi tempat semua orang Bali menyatukan niat mereka untuk hidup selaras.” Gila ya, dalam banget.
Di sana juga ada sistem kalender khusus buat upacara, dan setiap bangunan punya fungsi masing-masing. Lo nggak bisa asal masuk ke semua area. Ada yang khusus untuk persembahyangan tertentu, ada yang cuma boleh dimasuki saat upacara besar.
Yang paling bikin hati meleleh? Gue liat seorang ibu ngajarin anak kecil cara menyusun canang sari (sesajen kecil dari daun dan bunga). Gue duduk diem, ngeliatin… dan ngerasa, “Inilah Bali yang sebenarnya.” Bukan cuma tempat liburan, tapi tempat di mana tradisi dan spiritualitas hidup berdampingan dengan waktu.
Pelajaran yang Gue Petik dari Kunjungan ke Pura Agung Besakih
Kadang kita terlalu fokus sama hal-hal yang “viral”, yang bisa bikin feeds Instagram keliatan keren. Tapi setelah datang ke sini, gue sadar… hal paling berharga dari perjalanan bukan cuma pemandangan, tapi pemahaman yang kita dapet.
Gue belajar tentang sabar, tentang menghargai tradisi, dan tentang bagaimana spiritualitas itu nggak harus ribet. Kadang cukup dengan duduk tenang, ngeliat orang sembahyang, dan ngerasain energi damai yang ada di sekeliling kita.
Gue juga belajar untuk lebih menghormati budaya lokal. Jangan cuma datang buat foto, terus pulang. Tapi juga paham, jaga sikap, dan biarkan diri kita terbuka buat belajar hal baru.
Oh, dan satu hal lagi: Bali bukan cuma pantai. Kalau lo belum pernah ke Besakih, lo belum benar-benar kenal Bali.
✍️ Penutup
Pura Agung Besakih itu bukan cuma tempat suci, tapi juga cermin dari jiwa Bali. Dalam sejarahnya, keindahannya, sampai budaya yang masih hidup kuat di dalamnya, kita bisa belajar banyak hal. Tentang kesederhanaan, kekuatan komunitas, dan koneksi spiritual yang enggak semua tempat bisa kasih.
Kalau suatu hari lo ada waktu buat ke Bali, tolong luangkan waktu ke Besakih. Bukan buat konten semata, tapi buat diri lo sendiri. Rasain, heningnya. Dan siapa tahu, lo bisa pulang dengan hati yang lebih tenang dan pikiran yang lebih bersih.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Bukchon Hanok Village: Menghidupkan Sejarah dan Tradisi di Kota Seoul disini